Tips Menanamkan Budaya Inovasi yang Berpusat pada Pelanggan dalam Bisnis Startup

Tips Menanamkan Budaya Inovasi yang Berpusat pada Pelanggan dalam Bisnis Startup

Seperti diketahui, inovasi menjadi salah satu yang menggerakkan bisnis startup. Dalam upaya menciptakan inovasi dalam sebuah organisasi, ada yang disebut dengan budaya inovasi atau culture innovation. Diambil dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa budaya inovasi ini merupakan lingkungan yang mendukung pemikiran kreatif untuk menghasilkan produk, layanan, atau proses baru atau lebih baik.

Dalam pembahasan lebih dalam mengenai budaya inovasi, DailySocial.id mengadakan webinar Super Mentor yang adalah bagian dari DSLaunchPad 3.0 bekerja sama dengan Amazon Web Service (AWS). Pada kesempatan kali ini, Jaspal Johl selaku Head of Marketing Amazon Web Service ASEAN memaparkan sejumlah insight terkait penerapan budaya inovasi dalam perusahaannya.

Berpusat pada pelanggan

Sebelum masuk ke urusan yang lebih teknis seperti penjualan atau penetrasi pasar, Amazon mengawali langkah inovasi dengan satu pertanyaan fundamental, “Bagaimana bisnis ini bisa meningkatkan taraf kehidupan pelanggan?”. Ketika perusahaan berhasil menciptakan produk terbaik, semua hal teknis akan mengikuti dengan sendirinya, seperti penetrasi pasar yang mendorong ekspansi, operasional yang efisien, berikut konversi pelanggan.

Sebuah kutipan dari Jeff Bezos mengatakan, “Ada banyak keuntungan dari pendekatan yang berpusat pada pelanggan, tetapi inilah keuntungan besarnya: Pelanggan selalu sangat senang, sangat tidak puas, bahkan ketika mereka mengaku senang dan bisnisnya bagus. Bahkan ketika mereka belum mengetahuinya, pelanggan menginginkan sesuatu yang lebih baik, dan keinginan untuk menyenangkan pelanggan akan mendorong Anda untuk menciptakan sesuatu dari sudut pandang mereka.”

Hal ini mengharuskan perusahaan untuk observasi semua data terkait tingkat kepuasan dan berusaha mengerti keinginan konsumen, bahkan sebelum mereka mengetahuinya. Maka dari itu, sebaiknya fokus pada apa yang dilakukan konsumen daripada apa yang dilakukan kompetitor.

Selama 27 tahun berdiri, Amazon dikenal sebagian besar karena bisnis e-commerce. Di luar itu, perusahaan juga memiliki layanan seperti solusi teknologi, produk elektronik, konten streaming, groceries, juga retail. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 60 unit bisnis yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Dalam mewujudkan budaya inovasi di tubuh perusahaan, ada 4 faktor kunci yang diterapkan oleh AWS, yaitu:

1. Kultur

Amazon memiliki satu landasan penting yang menjadi acuan dalam menjalankan budaya inovasi, yaitu Leadership Principles atau prinsip kepemimpinan. Dimulai dari membangun antusiasme terhadap pelanggan (customer obsession), melalui berbagai proses inovatif dan berakhir pada pencapaian hasil, menjadi karyawan terbaik.

Prinsip kepemimpinan inilah yang juga digunakan sebagai landasan rekrutmen. Prosedur ini dijalankan dengan sangat ketat, kandidat yang terpilih tidak hanya harus memenuhi standar, melainkan harus bisa menaikkan standar. Bahkan ketika sudah bergabung, kandidat masih akan dievaluasi oleh rekannya. Amazon percaya bahwa indikator sukses sebuah perusahaan adalah kesatuan budaya (kerja).

Terkait peran dalam pekerjaan, Jaspal mengungkapkan, “Kita merekrut orang-orang pintar bukan untuk memberi tahu apa yang harus mereka lakukan, melainkan mereka datang ke perusahaan membawa daftar apa saja yang ingin mereka lakukan. Keseimbangan akan ditemukan ketika masing-masing sudah memahami perannya.”

2. Mekanisme

Amazon sebagai perusahaan global memiliki banyak proses, salah satu yang terkenal adalah working backwards. Mekanisme ini merupakan perilaku yang dikaitkan dengan pemikiran inovatif. Dalam artian, mulai dari pain point pelanggan, di mana kita menciptakan ide untuk menyelesaikan masalah pelanggan bukan masalah dalam organisasi. Yang selama ini dilakukan perusahaan adalah membuat proses yang berinovasi dari sisi pelanggan.

Untuk menjalankan mekanisme ini, ada lima pertanyaan yang harus terjawab (1) Siapa pelanggannya?; (2) Apa masalah pelanggan atau kesempatan?; (3) Apakah keuntungan bagi pelanggan jelas?; (4) Bagaimana mengetahui kebutuhan atau keinginan pelanggan?; (5) Seperti apa pengalaman pelanggan yang disajikan?

Jawaban dari pertanyaan tersebut akan dihadirkan melalui 3 keluaran. Press Release, yang menyediakan segala informasi terkait produk untuk pelanggan. Perusahaan harus bisa membuat pelanggan mengerti apa yang ingin disajikan melalui produk ini. Lalu, FAQs yang berisi pertanyaan yang paling sering ditanyakan pelanggan, terkait harga, ekspansi. Sementara itu, secara paralel membangun Visuals untuk melihat dari sisi pengalaman pelanggan.

Mengapa pertanyaan dan jawaban ini menjadi penting? Karena ketika idenya baru di tahap press release, akan sangat mudah dan murah untuk diubah. Ceritanya akan berbeda ketika Anda telah menginvestasikan jutaan dolar dan menghabiskan waktu untuk riset dan pengembangan. Ketika itu, sudah terlambat untuk menyadari bahwa produk tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau berpikir untuk membuat produk yang lebih baik.

3. Arsitektur

Dari sisi teknologi, perusahaan mulai beralih ke microservices. “Kami memisahkan proses yang memiliki layanan satu tujuan. Karena ketika semua layanan menjadi satu kesatuan, hal itu dapat menghambat inovasi,” ujar Jaspal.

Dengan microservices, setiap tim bisa bergerak lebih leluasa dengan dinamikanya masing-masing. Di sisi lain, hal ini membuat anggota tim bisa bekerja lebih cepat, agile dan inovatif. Satu hal yang perlu digarisbawahi, Amazon tidak memulai perjalanan dengan memikirkan teknologi, melainkan pengalaman pengguna terlebih dahulu.

4. Organisasi

Sebagai startup, sama halnya dengan Amazon dulu, selalu ada perusahaan yang mau membayar lebih dan menawarkan lebih. Namun Jaspal menekankan bahwa yang penting adalah bagaimana bisa menarik builders, orang-orang kreatif yang suka mengeksekusi, ke perusahaan. Mereka berpikir jauh ke depan dari sisi pelanggan serta punya rasa memiliki terhadap produk atau layanan yang mereka jalankan.

Ada satu skema yang digunakan Amazon untuk meramu tim, yaitu two pizza teams. Dua loyang pizza adalah porsi yang pas untuk 6-8 orang. Menurut sudut pandang perusahaan, 6-8 orang adalah jumlah ideal dalam sebuah tim. Sebuah angka yang bisa memenuhi semua kebutuhan tanpa harus ada penyesuaian yang terlalu banyak atau pembagian sesi meeting. Hal ini memungkinkan desentralisasi tim serta otonomi yang akan mendorong percepatan dalam inovasi.

“Dalam upaya melakukan inovasi, sesungguhnya yang dilakukan adalah membuat sesuatu yang baru. Untuk memulai sesuatu yang baru kita harus berani mengambil risiko. Sekalipun sudah dilakukan dengan benar, hal baru akan tetap memiliki potensi risiko yang besar, salah satu yang bisa dilakukan untuk menekan hal itu adalah memastikan bahwa ide tersebut benar-benar matang,” ujar Jaspal

Dinamika menjadi kunci dalam berbisnis, ada banyak keputusan dan aksi yang reversible atau bisa diubah dan tidak membutuhkan studi mendalam. Namun, perusahaan mengedepankan pengambilan risiko yang diperhitungkan. Ketika skala perusahaan bertambah, hal itu akan mempengaruhi risk apetite-nya. “Hal ini yang membuat kami berhenti menua dalam organisasi untuk memberi ruang bagi inovasi,” tambahnya.

Memahami konsep kegagalan

Kutipan lain dari Jeff Bezos bercerita tentang, “Kegagalan dan penemuan adalah kembar yang tak terpisahkan. Untuk menciptakan Anda harus bereksperimen, dan jika Anda tahu sebelumnya bahwa itu akan berhasil, itu bukan eksperimen.”

Kegagalan bisa saja terjadi dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Jika tidak ada yang baru, apakah hal tersebut bisa dibilang inovasi? Dalam kasus ini, skenario terbaik adalah sebagai fast followers. Selain itu, ini juga sebagai salah satu cara untuk menekan risiko dan mengetahui  sebuah produk/layanan dapat berjalan atau tidak.

Layaknya Amazon memiliki leadership principle, perusahaan harus memiliki landasan serta mengupayakan orang-orang yang selaras dengan hal tersebut. Ketika sudah menemukan apa yang menjadi mendasar dan esensial terhadap perkembangan perusahaan, maka budaya inovasi bisa mulai dijalankan terhadap semua karyawan dalam organisasi.

Strategi diferensiasi (Growth Flywheel)

Terdapat sebuah siklus yang juga disebut growth flywheel saat perusahaan mencoba menciptakan pengalaman pelanggan terbaik. Ketika berhasil menyajikan pengalaman pengguna yang baik, semakin banyak pengguna yang datang, traffic semakin tinggi, lalu angka penjualan akan naik, dan menarik semakin banyak penjual yang akan menambah seleksi barang. Siklus ini akan kembali lagi dan menciptakan pengalaman pengguna yang terbaik.

Di Amazon, perusahaan mengambil skala ekonomi dengan menurunkan struktur biaya, lalu memperbanyak seleksi produk untuk menciptakan pengalaman pengguna yang semakin baik. Hal ini bisa diimplementasikan oleh perusahaan lain dengan menentukan seperti apa growth flywheel dalam organisasi mereka. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan sentralitas pelanggan serta inovasi dan bisnis yang berkelanjutan

Dalam upaya penetrasi pasar, Amazon sebagai perusahaan global memiliki pendekatan yang sama, hanya saja eksekusinya berbeda. Kuncinya adalah observasi, lalu temukan pain points pelanggan, contohnya dengan mengajukan pertanyaan terkait kebutuhan mereka. Dalam memberikan layanan berbasis pelanggan, feedback merupakan salah satu hal yang paling esensial.

Lewat ke baris perkakas