Mengapa AC Ventures Bisa Menjadi VC Berpengaruh bagi Startup di Indonesia?

Agaeti Ventures didirikan sejak tahun 2018. Sejak saat itu mereka sudah cukup dikenal di lingkup VC Indonesia. Bahkan saat ini menjadi salah satu investor paling aktif di tanah air. Partner umum mereka, Pandu Sjahrir, adalah salah satu faktor utama di balik posisi tersebut.

Selain berinvestasi di startup early-stage dengan Agaeti, Sjahrir juga punya pengaruh di lingkungan tech unikorn: Ia adalah board member Gojek dan komisaris di SEA .

Sjahrir juga punya koneksi ke pemerintah, karena posisinya sebagai keponakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan yang punya pengaruh besar di investasi asing. Sang menteri sedang terlibat di rencana Indonesia dalam menyiapkan dana kekayaan negara dan ibukota baru .

Figur Sjahrir cukup dikenal pula di industri pertambangan, sektor yang berkontribusi secara signifikan ke pendapatan negara. Selain menjadi direktur perusahaan tambang Toba Bara Sejahtera sejak tahun 2010, ia juga memimpin Indonesia Coal Mining Association selama lima tahun.

Pandu Sjahrir (kedua dari kanan) bergabung dalam pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Masayoshi Son / kredit Foto: akun Twitter Jokowi

Pengaruh dan jaringan Sjahrir tersebut memungkinkan Agaeti berkembang pesat setelah mendapatkan dana sebesar US$10 miliar (sekitar Rp143 triliun) dan mendistribusikannya ke 27 startup dalam waktu kurang dari dua tahun.

Seperti VC pada umumnya, perlu beberapa tahun agar Sjahrir bisa mendapatkan return dari investasinya. Jadi seperti apa Agaeti nantinya masih jadi tanda tanya. Terlepas dari itu, berikut tiga startup menjanjikan yang berada di bawah Agaeti:

Warung Pintar: Startup yang membuat warung tradisional jadi online dengan mengimplementasikan pembayaran digital, software inventori, dan analisis data. Hingga hari ini, Warung Pintar sudah melayani ribuan warung di berbagai kota.

Bizzy: Perusahaan yang ingin membangun jaringan supply chain yang lebih efisien untuk retailer.

Kargo: Mengintegrasi penyedia jasa pengiriman dan logistik ke dalam satu marketplace. Startup ini juga punya Sequoia Capital dan founder Uber Travis Kalanick sebagai investornya.

Michael Soerijadji, satu lagi mitra Agaeti, juga merupakan direktur di salah satu afiliasi Toba Bara Sejahtera. Ia dan Sjahrir tidak hanya punya pengalaman di pertambangan dan energi, tapi juga di sektor retail dan manufaktur.

Merger dua entitas

Belum lama ini Agaeti mengumumkan merger dengan Convergence Ventures. Gabungan kedua entitas tersebut kemudian menjadi AC Ventures dan berubah menjadi VC paling aktif kedua di Indoensia , tepat di belakang East Ventures. Ini otomatis memperkuat pengaruh Sjahrir.

Sjahrir tentu juga punya koneksi dengan East Ventures. Mengingat 65 persen portofolio Agaeti juga dimodali oleh East Ventures.

Mirip dengan pendahulunya, AC Ventures ingin berinvestasi di startup tech early-stage Indonesia. Mereka berencana memasukkan beberapa juta dolar ke perusahaan yang beroperasi di e-commerce (termasuk social commerce ), fintech , layanan konten digital seperti edutech dan healthtech , dan enabler untuk usaha kecil-menengah.

AC Ventures masih mengumpulkan dana untuk mulai memodali startup . Sayangnya mereka menolak memberikan rincian target dan timeline -nya.

Pertanyaannya, mengapa Convergence tidak terus bekerja sebagai perusahaan independen?

Managing Partner Convergence Adrian Li mengatakan, entitas baru ini bisa mengumpulkan sumber daya untuk membantu banyak startup . Li akan memegang posisi yang sama di AC Ventures.

Bulan Desember 2018 lalu, DealStreetAsia melaporkan bahwa Convergence sedang dalam proses mengumpulkan dana keduanya. Tapi Li mengatakan, laporan tersebut tidak akurat dan menjelaskan kalau Convergence tidak akan mencari dana baru setelah merger.

Menurut Li, rate of return internal di dana pertama Convergence ada di atas angka 30 persen.

Setelah merger, Michael Soerijadji mengatakan partner di Agaeti dan Convergence akan tetap memegang perusahaan yang sudah mereka investasikan. Tapi tidak menutup kemungkinan AC Ventures akan berinvestasi ke portofolio lama.

“Kami punya informasi [dari perusahaan yang kami investasikan],” ujar Michael. “Informasi tersebut memberikan kami keuntungan. Jika dirasa masuk akal, kami akan berinvestasi ke mereka.”

Tapi karena AC Ventures lebih fokus ke startup early-stage , Li mengatakan mayoritas portofolio Convergence mungkin sudah berada di luar lingkup timnya.

Bagi Agaeti, ekosistem teknologi Indonesia adalah peluang yang sangat menarik karena populasinya yang terus bertambah dan ekonominya yang positif. Terlepas dari itu, adopsi teknologi di negara ini masih tertinggal dibanding negara-negara lain.

“Kami yakin bahwa semua negara [termasuk Indonesia] akan terus beradaptasi dengan teknologi,” ujar Michael.

Ketika ditanya tentang mencari startup yang menjanjikan, Sjahrir mengatakan ingin fokus melihat apakah founder -nya punya karakteristik yang tepat dan apakah ide bisnis mereka masuk akal. Masa krisis seperti COVID-19 menurutnya adalah kesempatan yang bagus untuk melihat apakah seorang founder mumpuni atau tidak.

“Saya ingin melihat tiga karakter dari seorang founder : kegigihan, kerendahan hati, dan bagaimana ia membangun timnya,” ujar Sjahrir.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di LinkedIn dalam bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Yasser Paragian sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Ancha Hardiansya)

Lewat ke baris perkakas