Lepaskan Status Karyawan dan Bangun Start Up, Berani?

Tak setiap orang berani memutuskan berhenti bekerja dan membangun usaha sendiri. Terlebih lagi saat jabatan penting sudah di tangan.

Salah satu hal yang paling ditakuti untuk memulai usaha sendiri adalah risiko jatuhnya bisnis kecil rintisan tak sepadan dengan pengorbanan saat mendirikannya.

William Tunggalwidjaja, pemilik startup yang kemudian dikenal dengan nama AsmaraKu, mengaku pernah pula punya pikiran semacam itu.

“Dulu itu pikirannya begini, kalau kerja dengan orang pasti pemasukan stabil. Namun, sampai kapan mau memendam passion?” ujar William.

Berbicara dalam seminar You 2.0 with HP & Intel di Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, William bertutur soal masa muda dan perjalanan bisnisnya.

Sebelum punya usaha sendiri, William bekerja di perusahaan e-commerce. Tak tanggung-tanggung, dia sudah menjabat sebagai vice president di sana.

“Saya suka dunia (e-commerce) ini, sehingga rasa ingin tahu saya semakin besar. Akhirnya saya putuskan membuat e-commerce juga,” kata William.

Meski William sudah punya pengalaman di bidang e-commerce, tak berarti perjalanannya berbisnis mulus-mulus saja.

Bahkan, dia mengaku butuh waktu lama untuk meyakinkan diri dan membulatkan tekad membangun usaha sendiri.

“Dulu, (saya) kuliah di bidang engineering,” tutur William. Dia pun sempat mengenyam rasanya bekerja sesuai bidang kuliah itu, menekuninya untuk beberapa waktu.

“Ternyata, itu bukan passion saya. Pelan-pelan, baru tahu, akhirnya inilah yang saya mau, yaitu membangun bisnis sendiri,” ungkap dia.

Memutuskan dan memulai berbisnis tak lalu perjuangan William selesai. Justru, dia merasa tingkat stres-nya meningkat.

“Punya usaha sendiri itu berarti upaya yang dilakukan lebih besar. Terlebih lagi, saya harus berhadapan dengan pemasukan yang naik-turun,” kata William.

Bangun Start Up

Untuk mengembangkan startup, ungkap Tian, butuh kemampuan berpikir terbuka untuk mendapatkan ide baru. “Sebisa mungkin harus jadi leader bukan follower,” tegas dia.

Tian menambahkan, bisnis yang berkaitan dengan teknologi akan selalu berhadapan dengan perubahan yang cepat.

“Lucunya begini, kalau di internal kadang kami meeting hari ini membahas rencana dan arah bisnis yang seperti apa. Dua bulan kemudian, (rencana dan arah bisnis) berubah lagi,” ungkap Tian.

Menurut Tian, perubahan visi dan misi dalam bisnis ini bukanlah bentuk ketidak-konsistenan melainkan wujud dari gerak dinamis usaha. “Kenapa enggak? Itulah kenapa disebut startup,” tegas dia.

Lewat ke baris perkakas