Bagaimana Zalora Lahirkan Banyak Alumni yang Jadi Founder Startup di Asia Tenggara

Ini mungkin menjadi era yang berbeda bagi e-commerce , khususnya dalam satu dekade terakhir di mana banyak startup teknologi yang bermunculan. Dulu, belanja online bukanlah hal yang umum dilakukan. Transaksi e-commerce banyak dilakukan lewat blog, forum, dan jejaring sosial.

Sampai suatu hari inkubator startup asal Jerman, Rocket Internet , memberi perspektif baru untuk Asia. Mereka meluncurkan sejumlah e-commerce secara berturut-turut, salah satunya ritel fesyen online Zalora di tahun 2012.

Mengikuti jejak Lazada , “saudaranya” yang sekarang menjadi pesaing, Zalora kini menjadi platform fesyen teratas di enam pasar di Asia. Sama seperti Lazada dan program Overseas College di National University of Singapore , Zalora telah melahirkan sederet pebisnis dan eksekutif dalam waktu singkat.

Bergerak dan merekrut dengan cepat

Sejak awal, Rocket Internet berencana mereplikasi model bisnisnya di Asia: membangun dan meluncurkan klona , situs e-commerce mereka yang bergaya barat dalam waktu yang relatif singkat.

Rocket Internet mulai merekrut karyawan di tahun 2012. Dengan mencari jajaran manajemen, konsultasi, dan finansial dari talent pool yang sama. Kemudian mereka meminta karyawan-karyawannya untuk merekrut mantan rekan kerja di perusahaan sebelumnya. Untuk calon karyawan dengan posisi tinggi, ditawarkan jabatan co-founder .

Strategi ini rupanya dapat menarik karyawan dengan kesamaan profil dan etos kerja. Ketika Matteo Sutto, mantan direktur pemasaran Zalora, bergabung enam bulan setelah perusahaan diluncurkan, Rocket telah merekrut lebih dari 1.000 karyawan di wilayah ini.

“Mereka memberikan kamu kesempatan untuk mengalami dinamika startup , namun dengan gaji yang cukup menggiurkan untuk standar perusahaan startup ,” katanya pada Tech in Asia .

Matteo Sutto, CEO of RevoU

Co-founder Zalora Arne Jeroschewski memperkirakan ada 28 co-founder lokal dan regional saat perusahaan tersebut berdiri. Lebih dari 50 persen karyawan adalah mantan rekan kerjanya di McKinsey & Company, Singapura sebelum akhirnya bergabung dengan Rocket.

Para co-founder angkatan pertama ini terdiri dari calon pebisnis yang memiliki cita-cita dan menginginkan perubahan. Misalnya, Jeroschewski terpikat oleh daya tarik perusahaan teknologi dan ingin membangun kariernya di sana.

Sutto ingin meninggalkan Italia dan bekerja di perusahaan yang tumbuh dengan cepat. Ia mengincar pasar yang berkembang dan siap membentuk dirinya serta perusahaan startup miliknya kelak.

Hal ini menciptakan lingkungan yang unik, perpaduan antara karakteristik korporasi dan startup .

“Menjadi co-founder Zalora adalah jalan memasuki lingkungan teknologi dan bisnis dengan risiko yang rendah,” kata Jeroschewski. “Tidak butuh banyak pertimbangan untuk mengambil kesempatan ini.

Menghabiskan uang untuk menghasilkan uang

Kesempatan ini juga memberikan gaji yang menjanjikan. Zalora bisa menawarkan gaji yang menarik, sama seperti perusahaan Rocket lainnya, karena mereka dibanjiri dana dari investor. Mereka berhasil mengumpulkan ratusan juta dolar.

“Putaran pendanaan Zalora dimulai di seri D. Ini bukan karena apa yang telah kami bangun saat itu… tapi karena kredibilitas yang dibawa Rocket Internet,” Jeroschewski menjelaskan. “Jadi rasanya sama sekali tidak realistis kalau kamu membandingkan Zalora dengan startup lainnya.”

Rocket rupanya juga masih memegang kendali Zalora, meski startup tersebut sudah memiliki “jajaran co-founder ”. Yang diinginkan para eksekutif ini adalah memenuhi perannya dengan nyata, tanpa struktur tradisional atau hierarkis.

Jeroschewski meninggalkan Zalora di penghujung 2012. Sutto sendiri hanya bekerja di sana selama enam bulan. Magnus Grimeland bertahan di Zalora lebih lama. Sebagai COO, ia mengawasi peralihan Zalora ke Global Fashion Group , sebelum akhirnya meninggalkan perusahaan tersebut pada 2017.

Antler CEO and founder Magnus Grimeland

Setelah bekerja di Singapore Post dan DHL, Jeroschewski akhirnya mendirikan perusahaannya sendiri, sebuah penyedia jasa logistik bernama Parcel Perform .

Sutto ingin melakukan pekerjaan yang lebih bermakna. Ia mendirikan dua startup : Tate & Tonic, layanan pakaian khusus pria, serta perusahaan teknologi pendidikan RevoU yang berbasis di Indonesia. Grimeland tertarik dengan pencarian founder , memberikan bimbingan, dan pendanaan. Ia mendirikan inkubator Antler .

Waktu yang mereka habiskan di dunia e-commerce fesyen tidak sia-sia. Menurut Sutto, bekerja di Zalora mengajarkannya menjadi generasi yang ambisius dalam menjalankan operasional dan pemasaran online dengan level tertinggi.

Hal ini sangat penting, utamanya di masa-masa awal pertumbuhan industri e-commerce — saat tak banyak yang mengerti menjalankan bisnis seperti itu.

Tak selalu indah

Tiga mantan eksekutif Zalora yang diwawancarai Tech in Asia mengalami langsung apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam membangun bisnis.

Jeroschewski mengatakan, pengalamannya di Rocket bukanlah pedoman yang baik untuk diikuti bila startup memiliki sedikit dana atau kepercayaan investor.

Investor kini lebih berhati-hati dengan uang mereka dan memprioritaskan kesinambungan bisnis, terutama saat pandemi COVID-19 seperti sekarang. Lanskap e-commerce saat ini pun cukup jenuh dengan banyaknya platform yang bermunculan dan diskon.

Meski demikian, dirinya dan Sutto menyukai pendekatan Rocket terhadap urgensi. Dalam hal kultur perusahaan, Sutto merasa cocok dengan Zalora. Namun, ia memastikan untuk tidak mengulangi dua masalah: gesekan internal dan kegagalan untuk berbagi visi dan misi perusahaan. Dua hal ini akan ia hindari di pekerjaan selanjutnya dan di startup miliknya.

Bekerja di Zalora juga mendorong para co-founder dan eksekutif lebih mudah beradaptasi dengan pasar yang beragam, mengingat mereka telah mengalami banyak tantangan membangun platform di Asia Tenggara yang sangat menantang, kata Grimeland.

Alumni Zalora lainnya

Berikut ini adalah daftar sebagian mantan eksekutif Zalora yang berperan penting di startup lainnya:

Nadiem Makarim

Peran di Zalora: Managing Director untuk Indonesia, 2011 hingga 2012

Startup yang didirikan: Gojek, 2010

Di masa awal pendirian Gojek , Nadiem memiliki banyak pekerjaan. Setelah Zalora, Nadiem sempat bergabung dengan Kartuku, startup pemrosesan pembayaran, sebagai chief innovation officer .

Akhirnya ia memutuskan untuk berkomitmen sepenuhnya di Gojek . Sejak saat itu, Gojek tumbuh pesat menjadi perusahaan internet utama di Asia Tenggara. Gojek mengakuisisi Kartuku di tahun 2017.

Nadiem, yang juga sempat bekerja di McKinsey, mundur dari jabatannya sebagai CEO Gojek di tahun 2019 dan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Henry Chan, Joel Leong, Shanru Lai, dan Josephine Chow

Peran di Zalora:

• Henry Chan, Regional Head of Partnerships, 2013

• Joel Leong, Regional Head of Partnerships, 2013 hingga 2014

• Shanru Lai,Campaign Manager, 2013 hingga 2014

• Josephine Chow, Regional Head of Offline Marketing/ Partnerships, 2013 hingga 2014

Startup yang didirikan: Shopback, 2014

Situs cashback online ShopBack lahir dari diskusi antara Chan dan Leong di dalam mobil . Keduanya pun menuangkan ide mereka ke dalam sebuah rencana bisnis. ShopBack diluncurkan pada 2014 dengan menggaet Lai, alumnus Zalora, sebagai co-founder . Chow pun bergabung pada 2015.

Kini, ShopBack beroperasi di sembilan pasar di Asia-Pasific.

Peter Kopitz

Peran di Zalora: Co-founder and Managing Director untuk Zalora Thailand, 2012 hingga 2013

Startup yang didirikan: aCommerce, 2013

Kopitz bertanggung jawab untuk menyiapkan Rocket Internet di Thailand sebagai persiapan peluncuran Zalora di negara itu pada 2013. Setelah itu, ia mendirikan perusahaan layanan solusi e-commerce bernama aCommerce dan masih menjabat sebagai chief operating officer hingga kini.

aCommerce telah mendapatkan lebih dari US$118,8 juta (sekitar Rp1,6 triliun) lewat 8 putaran pendanaan sejauh ini.

Michele Ferrario

Peran di Zalora: CEO, 2012 hingga 2016

Startup yang didirikan: StashAway, 2016

Alumnus McKinsey ini dua kali bergabung dengan Rocket di tahun 2012 dan bertahan di sana selama empat tahun lamanya dengan dua gelar: Co-founder and Managing Director untuk Asia Tenggara, wilayah Asia yang sedang berkembang, dan pasar Italia; serta CEO untuk Zalora Group di Singapura.

Selepas Zalora, ia menjadi angel investor dan penasihat untuk sejumlah perusahaan, salah satunya Antler milik Grimeland. Pada saat yang sama, dia mendirikan StashAway , sebuah layanan pengembangan dan pengelolaan kekayaan yang hemat biaya dan bisa dipersonalisasi. Perusahaannya mendapat lisensi dari Monetary Authority of Singapore (MAS).

Christopher Feng

Peran di Zalora: Regional Managing Director (Asia Tenggara), 2012 hingga 2013

Sama seperti alumnus Mckinsey Jeroschewski, Feng bergabung dengan Rocket di tahun 2012 sebagai managing director sekaligus regional managing director Zalora.

Ia menjabat sebagai chief purchasing officer di Lazada pada 2013, kemudian pindah ke divisi bisnis mobile Garena di tahun 2014. Ia sempat pindah ke Shopee setahun kemudian, dan menjabat sebagai CEO untuk e-commerce venture dan SeaMoney .

Fakta menarik: Feng pernah mewawancarai dan merekrut Sutto untuk Zalora.

Terence Pang

Peran di Zalora: Managing Director, 2012 hingga 2014

Pang bekerja di Zalora selama dua tahun sebelum akhirnya menjabat posisi general manager di SP eCommerce. Di tahun 2014, ia menyandang jabatan CEO di Shopee .

Steven Kim

Peran di Zalora: Co-founder and Managing director, 2012

Startup yang didirikan:

• OfficeFab, 2012

• Qraved, 2013

Kim bergabung dengan Zalora Singapura sebagai co-founder dan managing director . Setelah itu, ia mendirikan dua perusahaan di Jakarta: ritel perlengkapan kantor yang didanai oleh Rocket dan tutup dalam waktu singkat, serta platform pencarian makanan bernama Qraved di mana ia menjabat sebagai CEO.

Ia juga salah satu mitra di perusahaan pengembangan platform bernama Imaginato .

Dione Song

Peran di Zalora: Managing Director, 2015 hingga 2016

Song bekerja di Zalora selama hampir lima tahun dan menjabat sebagai managing director hingga tahun 2016. Setelah dua tahun lamanya bekerja di perusahaan kecantikan dan perawatan tubuh Sephora, Song akhirnya pindah ke Love Bonito , sebuah platform e-commerce fesyen. Di sana ia menjabat sebagai chief commercial officer .

Reto Peter

Peran di Zalora: Managing Director, 2013

Startup yang didirikan: Edit Suits, 2014

Hampir dua tahun lamanya Peter bekerja di Zalora. Jabatan pertamanya adalah vice president of operations , kemudian sebagai managing director . Ia fokus di industri fesyen dan bergabung dengan perusahaan penjahit pakaian yang berbasis di London dan Singapura, Edit Suits .

Razi Thalib

Peran di Zalora: Vice President of Digital Product and Online Marketing, 2012 hingga 2013

Startup yang didirikan:

• Setipe, 2013

• RevoU, 2019

Setelah Zalora, Razi mendirikan situs kencan, Setipe , di tahun 2013. Empat tahun kemudian, Setipe diakuisisi Lunch Actually . Kini ia menjabat sebagai co-founder RevoU bersama mantan rekan kerjanya di Zalora, Matteo Sutto.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di dalam Bahasa Inggris. Isi di dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Septa Mellina sesuai dengan standar editorial Tech in Asia Indonesia. Diedit oleh Ancha Hardiansya)

Lewat ke baris perkakas