17 Startup Indonesia yang Ruang Lingkup Bisnisnya di UMKM

Laporan Kementerian Koperasi dan UKM RI menyatakan ada 64,2 juta unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia pada tahun 2018.

Mereka berkontribusi sebesar 60,3 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari keseluruhan lapangan kerja. Tidak heran kalau sektor ini selalu mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Sejumlah perusahaan teknologi kini juga berlomba-lomba mengalihkan fokus bisnisnya ke UMKM. Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak saat ini bahkan menjadikan UMKM sebagai salah satu tulang punggung bisnis mereka. Utamanya dalam menghadapi situasi pandemi COVID-19 ini.

Ragam pendekatan dan solusi juga mewarnai sektor ini. Ada startup yang fokus menghadirkan layanan pinjaman usaha khusus kepada UMKM, memudahkan pengiriman (logistik), supplier , point-of-sale (POS) hingga Software as a service (SaaS).

Tech in Asia mencoba merangkum beberapa startup di Indonesia dengan visi dan model bisnis yang spesifik membantu UMKM. Daftar ini akan di- update secara berkala untuk memastikan kamu menerima informasi yang kredibel dan faktual.

1. Wahyoo

• Didirikan pada Juni 2017 oleh Peter Shearer.

• Menerima pendanaan tahap awal (seed) dengan nominal tidak disebutkan dari Agaeti Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures dan Rentracks.

Wahyoo melakukan modernisasi warung makan tradisional. Mereka menghadirkan aplikasi mobile di mana mitranya bisa membeli bahan olahan makanan dengan harga yang lebih terjangkau, serta mengelola warung lebih rapi dan profesional.

Pada Februari 2020 Wahyoo juga mengakuisisi Alamat , startup yang memungkinkan pengguna mencari dan menulis ulasan tentang rumah makan atau retail di sekitar lokasi mereka. Peter Shearer selaku CEO Wahyoo menyatakan, akuisisi tersebut akan membantu Wahyoo mewujudkan visinya membuat warung makan naik kelas.

Monetisasi Wahyoo sejauh ini dilakukan lewat sponsor dan iklan. Mereka telah beroperasi di kawasan Jabodetabek dan memiliki hampir 9.000 mitra.

2 . Warung Pintar

• Didirikan pada November 2017 oleh Willson Cuaca bersama Agung Bezharie Hadinegoro (CEO), Harya Putra (COO), dan Sofian Hadiwijaya (CTO).

• Terakhir menerima pendanaan Seri B senilai US$27,5 juta (sekitar Rp390 miliar) pada Januari 2019 dari MDV, 1 Vertex, Pavilion Capital, Line Ventures, Digital Garage, Agaeti, EV Growth, dan OVO .

Model bisnis Warung Pintar mirip dengan Wahyoo. Bedanya Warung Pintar fokus ke warung tradisional dan toko kelontong serta melakukan modernisasi berupa penambahan CCTV, Wifi, dan charging station ke warung mitra mereka. Warung Pintar juga memungkinkan mitranya berjualan produk digital seperti pulsa atau token listrik.

Berdasarkan laporan Katadata , keberadaan Warung Pintar bisa membuat penghasilan mitra mereka meningkat hingga dua kali lipat. Sedangkan bahan pokok yang dijual lewat aplikasi Warung Pintar lebih murah lima hingga sepuluh persen dibanding harga pasar.

Saat ini Warung Pintar sudah tersedia di kawasan Jabodetabek, dan di tahun ini berencana melakukan ekspansi ke Sumatera dan Sulawesi. Mereka menargetkan bisa mencapai 50.000 mitra warung hingga akhir tahun 2020.

3 . M oka

• Didirikan akhir tahun 2014 oleh Haryanto Tanjo dan Grady Laksmono.

• Diakuisisi Gojek pada April 2020 dengan perkiraan nilai transaksi US$130 juta (Rp2,02 triliun).

• Moka sudah lima kali melakukan penggalangan dana dan berhasil menghimpun US$27,9 juta (sekitar Rp389 miliar) dari beberapa investor seperti Sequoia, East Ventures, dan Mandiri Capital Indonesia

Moka adalah penyedia aplikasi kasir ( point-of-sale ) dan pengelolaan keuangan berbasis cloud untuk semua kalangan bisnis. Perangkat kasir konvensional yang banyak digunakan oleh retail saat ini dijual dengan kisaran harga Rp25 juta. Sementara Moka menawarkan sistem berlangganan untuk UMKM mulai dari Rp300.000 per bulan.

Moka memiliki beberapa produk lain. Seperti pendanaan bagi UMKM lewat program Moka Capital hingga A Cup of Moka yang menjadi wadah edukasi bagi sesama pelaku UMKM. Mereka bisa saling berbagi pengalaman bisnis lewat forum tersebut.

Haryanto Tanjo selaku CEO dan co-founder Moka menyebut, layanannya sudah digunakan oleh 30.000 merchant di Indonesia. Di mana 65 persen merupakan UMKM di sektor food and beverages (FnB). Ia menargetkan di akhir tahun 2020 bisa menyentuh angka 100.000 merchant .

4 . Majoo

• Majoo didirikan di tahun 2019 oleh Adi Wahyu Rahadi, Audia Rizal Harahap, dan Bayu Indriarko.

Sama seperti Moka, Majoo juga merupakan startup yang bergerak di penyedia aplikasi kasir berbasis cloud . Mereka dilengkapi dengan fitur pengelolaan keuangan, pelanggan, dan karyawan.

Layanan Majoo bisa digunakan dengan skema berlangganan mulai dari Rp50.000 per bulan. Majoo telah bekerja sama dengan ModalKu untuk membantu pelaku UMKM yang membutuhkan akses pendanaan serta membantu bisnis mereka berkembang.

5 . Olsera

• Olsera didirikan di Batam pada Oktober 2015 oleh Ali Tjin dan Novendy Chen

Berbeda dengan pemain point-of-sale lainnya, Olsera tidak hanya menyediakan aplikasi kasir. Mereka juga membuka layanan pembuatan website dan aplikasi mobile untuk UMKM. Olsera juga memiliki layanan bernama Olsera Office. Mereka membantu pelaku bisnis mengelola toko dengan lebih mudah.

Selain kasir, Olsera juga melengkapi produknya dengan beberapa fitur lain yang didesain sesuai kebutuhan UMKM. Seperti fitur table management, kitchen order management, hingga multi-level inventory management. Biaya berlangganannya mulai Rp140.000 per bulan.

6 . Akseleran

• Didirikan pada Maret 2017 oleh Ivan Nikolas Tambunan, Mikhail Tambunan, dan Christopher Gultom

• Mereka menerima pendanaan Seri A senilai US$8,55 juta pada Januari 2020, dipimpin oleh Beenext dan didukung oleh Central Capital Ventura (CCV), Access Ventures, Agaeti Venture Capital, dan Ahabe Group.

Akseleran adalah startup penyedia peer-to-peer (P2P) lending yang fokus dalam pemberdayaan UMKM. Sebagian besar layanan mereka melalui fasilitas pembiayaan berupa invoice financing dan pra invoice financing.

Sejak 2017 Akseleran juga menyatakan telah menyalurkan pinjaman senilai lebih Rp966 miliar. Rp706 miliar dari angka tersebut disalurkan di sepanjang tahun 2019.

7. Amartha

• Didirikan oleh Andi Taufan pada tahun 2010

• Mendapatkan pendanaan sebesar US$10 juta (sekitar Rp140 miliar) dari empat seri pendanaan. Beberapa investornya antara lain Beenext, Midplaza Holding, Mandiri Capital Indonesia, SBI Holdings, Line Ventures, dan UOB Venture Management.

Amartha adalah startup P2P lending yang melayani penggiat UMKM perempuan. Berbeda dengan P2P lending kebanyakan, Amartha mengharuskan peminjamnya untuk membentuk kelompok berisi 15-20 orang agar pinjaman mereka dikabulkan. Pendekatan ini meniru apa yang dilakukan Grameen Bank di Bangladesh.

Amartha kini sudah menjangkau hampir semua wilayah di tiga pulau paling padat Indonesia: Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Secara kumulatif, startup ini sudah menyalurkan pinjaman dengan total Rp1,6 triliun kepada lebih dari 350.000 perempuan.

Sepanjang tahun 2019 saja, Amartha sudah menyalurkan pinjaman dengan total Rp800 miliar, naik dua kali lipat dari angka yang mereka raih di tahun 2018.

8 . Modalku

• Didirikan pada Januari 2016 oleh Reynold Wijaya (CEO), Iwan Kurniawan (COO), dan Kelvin Leo.

• Menerima pendanaan Seri C sebesar US$40 juta (Rp625 miliar) pada April 2020 dengan dukungan beberapa investor seperti SoftBank Ventures Korea, Sequoia India, Alpha JWC Ventures, dan Golden Gate Ventures

Modalku adalah contoh lain startup P2P lending yang fokus dalam memberikan pinjaman modal ke UMKM. Sepanjang tahun 2019, Modalku mengklaim telah menyalurkan Rp12 triliun ke 1,4 juta pelaku UMKM di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Modalku menyediakan platform pinjaman mulai dari Rp50 juta hingga Rp2 miliar dengan tenor singkat, yaitu tiga hingga 24 bulan. Kredit diberikan tanpa agunan, sehingga bisa menjadi solusi pembiayaan bagi siapa saja yang tidak memiliki aset sebagai jaminan.

Saat ini Modalku hanya melayani pinjaman dari UMKM yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung. Namun mereka juga sudah beroperasi di Malaysia dan Singapura dengan nama Funding Societies.

9 . Gadjian

• Diluncurkan oleh pasangan suami istri Else Fernanda dan Afia Fitriati pada Mei 2016.

• Menerima pendanaan dengan nominal yang tidak disebutkan dari Golden Gate Ventures dan Maloekoe Ventures pada Oktober 2016.

Startup ini menghadirkan sistem pembayaran gaji karyawan ( payroll ) berbasis cloud . Lewat aplikasi yang mereka kembangkan, pengguna Gadjian dapat mengunduh slip gaji, melakukan pengajuan dan persetujuan cuti, memantau catatan kehadiran, dan memperbarui data pribadi.

CEO Gadjian Afia Fitriati mengatakan pihaknya fokus menyasar UMKM dengan jumlah karyawan enam hingga 500 orang. Ia juga menjelaskan, pihaknya memiliki dua jenis penawaran untuk perusahaan yang ingin menggunakan layanannya.

Pertama, paket standar dengan harga Rp12.500 per karyawan per bulan. Sedangkan layanan kedua atau premium dikenakan tarif Rp20.000 per karyawan per bulan. Perbedaannya, layanan premium sudah mencakup pengurusan BPJS, pajak penghasilan PPh 21 dan pencatatan kasbon.

10. Mekari

• Mekari terbentuk pada April 2019 dan merupakan gabungan dari empat startup: Talenta, Sleekr, Jurnal, dan Klikpajak

• Sebelumnya Talenta dan Jurnal pernah mendapat pendanaan dari East Ventures, sedangkan Sleekr sempat mengantongi pendanaan tahap awal dari perusahaan fintech asal Jepang Money Forward.

Mekari menghadirkan platform pengelolaan sumber daya manusia, keuangan, serta perpajakan untuk UMKM. Lewat layanan yang mereka tawarkan, proses administrasi untuk ketiga kebutuhan tersebut bisa diselesaikan dengan lebih cepat dan aman, sehingga pelaku UMKM tidak banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan administratif.

Mekari menerapkan sistem berlangganan untuk penggunanya, dengan skema harga yang fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan skala bisnis pengguna. Contohnya untuk aplikasi pengelola SDM (Talenta) mereka bisa dinikmati mulai dari Rp20.000 per bulan, sementara untuk aplikasi keuangan (Jurnal) dipatok seharga Rp200.000 per bulan.

11. BukuKas

• BukuKas didirikan oleh Krishnan Menon dan Lorenzo Peracchione pada Desember 2019

• BukuKas sempat mengikuti program inkubasi dari Whiteboard Capital, dan telah menerima pendanaan tahap awal dari Surge, dan juga beberapa investor lain seperti Credit Saison, Hustle Fund, dan 500 Startups

BukuKas didirikan oleh dua mantan pegawai Lazada, dan fokus dalam menghadirkan pembukuan digital bagi penggiat UMKM di Indonesia. Layanan mereka membuat pengguna bisa mengelola kas bisnis lewat smartphone , hingga membantu pelaku bisnis mengirimkan pengingat lewat WhatsApp ke konsumen yang belum melunasi pembayaran.

Krishnan mengaku pengguna BukuKas tumbuh 20 kali lipat di tiga bulan pertama 2020. Pada April 2020, ia juga menyatakan telah memiliki 250.000 pengguna yang berasal dari penggiat UMKM, dan melayani total transaksi sebesar Rp2,1 triliun.

12. BukuWarung

• BukuWarung didirikan akhir 2019 oleh Abhinay Peddisetty dan Chinmay Chauhan.

• Pada April 2020 BukuWarung mengumumkan telah meraih pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures dengan nilai yang tidak dipublikasikan. Investor lain seperti AC Ventures, Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, Michael Sampoerna, Gojek, Grab, dan PayPal juga terlibat.

BukuWarung merupakan salah satu pemain yang bergerak di bidang pembukuan digital khusus untuk UMKM, khususnya warung tradisional. Peddisetty mengatakan, kasbon (utang/piutang) yang terjadi di warung tradisional mencapai 80 persen dari nilai bisnis UMKM. Itulah mengapa mereka menyasar sektor ini.

Mayoritas pengguna aplikasi BukuWarung merupakan pemilik warung yang berlokasi di kota tier 2 dan tier 3. Pihak BukuWarung mengklaim jumlah pengguna aplikasi pembukuan transaksi tunai dan kredit mereka telah mencapai 250.000 UMKM yang tersebar di 500 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

13. Moodah

• Moodah didirikan oleh Arini Astari, Alexander Sie To, dan Muhammad Irfan pada September 2019.

• Pada Februari 2020, mereka menerima pendanaan tahap awal dari program akselerator SOSV.

Moodah mengembangkan aplikasi untuk membantu UMKM mengelola inventory barang yang mereka punya, baik untuk keperluan produksi maupun dijual ulang. Sehingga memudahkan proses pencatatan barang masuk, barang keluar, sekaligus stok barang yang masih tersimpan.

Moodah juga melengkapi sistem mereka dengan beberapa fitur. Contohnya fitur sales , yang membantu pengguna mengelola penjualan sekaligus membuat delivery order . Sementara fitur purchasing bisa digunakan untuk membeli barang langsung dari distributor apabila stok sudah mulai habis.

Pengguna juga dapat dengan mudah mendapatkan insight tentang kegiatan purchasing, sales , pergudangan, dan keuangan mereka dalam sebuah infografis sederhana yang mudah dibaca.

14. Nectico

• Nectico didirikan pada Oktober 2019 oleh Amry Amanah, Rani Yanarastri, dan Yanuar Affandy.

• Pada Oktober 2019, Nectico menerima pendanaan tahap awal sebesar US$100.000 (Rp1,4 miliar) dari Antler

Nectico bergerak di digitalisasi ekosistem koperasi di Indonesia. Lewat aplikasi mereka, koperasi bisa mengelola data anggota dan mengetahui secara langsung laporan sisa hasil usaha (SHU), neraca, arus kas serta analisis laporan keuangan koperasi.

Sementara untuk anggota koperasi, Netico bisa memantau simpanan, melakukan pengajuan pinjaman, serta mengecek laporan keuangan dari koperasi mereka.

1 5. RedKendi

• RedKendi didirikan oleh Zamzam Reza pada tahun 2015 di Jakarta.

• Di tahun 2019 RedKendi pernah mengikuti program akselerasi dari GK-Plug and Play, dan mendapat pendanaan awal dari Prasetia Dwidharma pada April 2019

RedKendi adalah sebuah marketplace khusus untuk pengusaha katering memasarkan usaha mereka. RedKendi bergerak di segmen B2B yang menyasar instansi atau perusahaan yang membutuhkan jasa katering dalam jumlah yang besar.

RedKendi bisa membantu perusahaan yang ingin menyediakan makan siang gratis secara rutin kepada karyawannya. Nantinya, RedKendi akan menghubungkan perusahaan tersebut dengan pihak katering berdasarkan lokasi dan kemampuan produksi.

16. Pajakku

• Pajakku beroperasi sejak 2005 dan sudah mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai penyedia jasa aplikasi perpajakan.

Mitra Pajakku mengadopsi sistem host-to-host yang memungkinkan server Wajib Pajak langsung terhubung dengan server milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Teknologi host-to-host dapat mengolah data perpajakan di perusahaan, anak perusahaan, hingga tingkat cabang secara aman. Data-data perpajakan dari semua PKP (anak perusahaan) dan cabang (point-of-sales ) itu dikelola dalam satu database .

Pajakku juga memfasilitasi integrasi data dari enterprise resources planning (ERP) yang digunakan pelaku bisnis, sehingga pembuatan faktur pajak, validasi dan pelaporan dalam jumlah besar tetap bisa dilakukan dengan mudah.

17. Ula

• Didirikan oleh Derry Sakti, Riky Tenggara, Nipun Mehra, dan Alan Wong pada Januari 2020

• Mendapat pendanaan sebesar Rp148 Miliar dari Sequoia India, Lightspeed India, SMDV, Quona Capital, Saison Capital dan Alter Global.

Ula merupakan e-commerce marketplace B2B multi-kategori yang khusus melayani UMKM. Tujuannya agar UMKM bisa mendapatkan berbagai bahan pokok langsung dari supplier dengan harga yang lebih terjangkau.

Mereka juga punya layanan pengiriman barang hingga ke rumah, serta opsi pembayaran paylater . Ula ikut pula memberikan modal usaha kepada UMKM dengan skema pelunasan fleksibel. Mereka menerapkan data science untuk memberikan modal usaha ini.

(Diedit oleh Ancha Hardiansya )

Lewat ke baris perkakas